jateng.tribratanews.com, Batang – Bupati Batang Wihaji membuka Batang Art Festival (BAF) ke 4. Kegiatan digelar selama tiga hari, dimulai dari tanggal 30 hingga 2 Desember 2019 berlangsung di Pendopo Kantor Bupati setempat, Sabtu (30/11) malam.
Batang Art Festival menampilkan 50 lukisan karya seniman dari Yogyakarta, Magelang, Semarang, Kendal, Pati, Pekalongan dan Batang. Pembukaan BAF diramaikan dengan berbagai pertunjukan seperti seni tari kuda lumping, musik etnik teater.
Bupati Batang Wihaji membuka pameran lukisan Batang Art festival (BAF) mengatakan, karya seni itu harganya mahal, dan biasanya senil lukis dan budayawan dalam berkarya lebih pada bersifat kritikan sosial.
“Budayawan rata – rata realistis dalam menggambarkan karya seninya, mereka mengkritik suasana dengan ekspresi seni dalam bentuk lukisan dan tarian,” katanya.
Kami sangat senang dan pengagum karya seni walaupun ada gambaran kritik sosial lanjutnya, tapi dengan pendekatan budaya kritik pedas tidak sampai melukai dan justru menjadi introspeksi bagi yang dikritik.
“Seni dan Budaya di Batang sudah mulai tampak ada kemajuan sesuai dengan brand Batang yakni heaven of Asia banyak tumbuh seni dan budaya di Batang bahkan menjurai di tingkat Nasional,” jelas Wihaji.
Bupati juga berharap kegiatan BAF yang digelar selam tiga hari kedepanya lebih unik, ramai dan bisa dinikmati oleh masyarakat yang dapat mengundang banyak pungunjung wisatawan.
“Gencarkan promosinya karena BAF kita masukan dalam kalender wisata, yang akan menampilakan pameran lukisan, musik dari berbagai akulturasi budaya, musik tardisional, tarian tradisional dan tarian modern,” pintanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Batang Tri Bakso mengatakan dalam Batang Art Festival tahun ini memamerkan lukisan seharga Rp. 200 juta.
“Untuk harga lukisan yang paling mahal sampai Rp. 200 juta dan paling murah Rp. 25 juta, dan yang paling mahal lukisan saya,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa lukisan seharga Rp. 200 juta merupakan gambaran kritik sosial kepada pemerintah, terkait dengan kebudayaan dan seni di Indonesia yang masih kurang perhatian.
“Lukisan saya menggambarkan kebudayaan kita yang seharusnya jadi milik negara, tapi kadang dijual belikan seperti tarian reog, wayang dan keris dijual oleh oknum, inilah lukisan kritik sosial,” jelasnya.
Nampak Wakapolres Batang Kompol Hartono bersama Kepala OPD mendampingi Bupati Batang dalam acara tersebut.